Tawondarat.com | Nasional - Kapten Roeps menginjak kaki di tanah jawa pada usia 11 tahun mengikuti ayahnya yang bertugas sebagai pembantu letnan militer di Jawa
Roeps lahir di den Haag pada 1 januari 1805 ia diasuh oleh pembantu rumah tangga orang Jawa. Bahasa dan adat jawa meresap ke dalam darah mudanya, membentuknya menjadi sosok yang akrab dengan inlander
Setelah lulus dari akademi militer di Semarang pada usia 18 tahun, Roeps langsung terjun dalam ekspedisi militer, termasuk ke Bone (1824–1825), dan kembali ke Jawa saat Perang Jawa pecah.
Tugas utamanya bukan hanya bertempur, tapi juga "memahami musuh" dari dalam. Ia ditempatkan dalam pasukan gerak cepat yang ditugaskan langsung oleh Letkol Joseph Le Bron de Vexela.
Prestasi gemilangnya datang ketika ia berhasil menangkap Kiai Mojo, penasihat spiritual Diponegoro, pada tahun 1828. Keberhasilan ini membuat pangkatnya naik menjadi Kapten.
Sebelum perang Diponengoro pecah, keduanya sempat beberapa kali berdialog. Bahkan dalam perbincangan mereka yang terekam sejarah, ketika Sultan Hamengkubuwono IV wafat secara misterius dengan tubuh membengkak, Roeps dengan tenang menyimpulkan
“Kalau begitu, ia pasti diracuni.” Diponegoro menanggapi tanpa ragu, menyebut nama Patih Danurejo IV sebagai orang yang meracun Sang raja Jogya itu
Kedekatan ini yang membuat Jenderal De Kock, sang panglima tertinggi Hindia Belanda, memilih Roeps untuk menjadi salah satu perwira yang bertugas menggali informasi langsung dari Diponegoro.
Dalam perundingan-perundingan di Magelang, Roeps menjadi jembatan komunikasi antara Belanda dan pangeran diponegoro yang sedang berseteru hebat.
Kapten Roeps dikenal tenang, berani, dan bersahaja. Semboyannya adalah semper idem "selalu sama". Ia bukan tipe militer yang menindas rakyat, melainkan memahami mereka.
Sayangnya, ajal menjemputnya terlalu cepat. Pada 23 Maret 1840, dalam pertempuran melawan pasukan Acheh di Barus, Sumatera, ia terluka parah dan meninggal dalam usia 35 tahun. Malam sebelum kematiannya, ia sudah berkata pada rekannya bahwa ia merasakan ajal tengah menunggu.
Di mata Diponegoro, ia bukan musuh, tapi teman berdiskusi. Di mata Belanda, ia adalah alat intelijen. Namun dalam sejarah, ia akan dikenang sebagai sosok langka penjajah yang memahami tanah yang ia jajah terutama di pulau jawa.
Roeps mati di tangan pasukan Kerajaan Acheh saat Belanda mencoba menjajah Barus yang kala itu di bawah kekuasaan Kerajaan islam Acheh Darussalam. (Redaksi)